Geostring

Daftar di PayPal, lalu mulai terima pembayaran menggunakan kartu kredit secara instan.

Rabu, 11 Februari 2009

Sukses dan Kecerdasan

Sukses dan Kecerdasan

Kecerdasan secara umum dipahami pada dua tingkat.
Pertama, kecerdasan sebagai suatu kemampuan memahami informasi yang
membentuk pengetahuan dan kesadaran.

Kedua, kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga
masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problems solved)
dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah.

Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk
mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien. Dengan kata
lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi pencapaian
sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya orang
cerdas mestinya lebih sukses dari orang yang kurang cerdas.

Yang sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang kelihatan
tidak cerdas (sedikitnya di sekolah) ternyata kemudian tampil sukses,
bahkan lebih sukses dari rekan-rekannya yang lebih cerdas, dan
sebaliknya.

Sepuluh Elemen Sukses
Ada dua alasan mengapa hal di atas terjadi. Pertama, bahwa kecerdasan
memang bukan satu-satunya elemen sukses. John Wareham (1992),
umpamanya, mengatakan ada sepuluh unsur pokok untuk menjadi eksekutif
yang sukses yaitu:

(1) kemampuan menampilkan "persona" (topeng) diri yang tepat,
(2) kemampuan mengelola energi diri yang baik,
(3) kejelasan dan kesehatan sistem nilai pribadi dan kontrak-kontrak
batin,
(4) kejelasan sasaran-sasaran hidup yang tersurat maupun yang
tersirat,
(5) kecerdasan yang memadai (dalam arti penalaran),
(6) adanya kebiasaaan kerja yang baik,
(7) keterampilan antarmanusia yang baik,
(8) kemampuan adaptasi dan kedewasaan emosional,
(9) pola kepribadian yang tepat dengan tuntutan pekerjaan, dan
(10) kesesuaian tahap dan arah kehidupan dengan espektasi gaya hidup.

Dale Carnegie (1889-1955), bahkan tidak menyebutkan kecerdasan secara
eksplisit (dalam pengertian umum) sebagai elemen keberhasilan. Ia
mengatakan bahwa untuk berhasil dibutuhkan sepuluh kualitas yaitu:

(1) rasa percaya diri yang berlandaskan konsep diri yang sehat,
(2) keterampilan berkomunikasi yang baik,
(3) keterampilan antarmanusia yang baik,
(4) kemampuan memimpin diri sendiri dan orang lain,
(5) sikap positif terhadap orang, kerja, dan diri sendiri,
(6) keterampilan menjual ide dan gagasan,
(7) kemampuan mengingat yang baik,
(8) kemampuan mengatasi masalah, stres, dan kekuatiran,
(9) antusiasme yang menyala-nyala, dan
(10) wawasan hidup yang luas.

Jadi jelaslah bahwa kecerdasan, yang biasanya diukur dengan skala IQ,
memang bukan elemen tunggal atau tiket menuju sukses. Perlu dicatat
di sini bahwa John Wareham menyimpulkan hal di atas sesudah ia
mewawancarai puluhan ribu calon eksekutif dan mensuplai ribuan
eksekutif ke banyak perusahaan, dalam peranannya sebagai "head
hunter".

Dale Carnegie juga tiba pada kesimpulannya sesudah ia mewawancarai
banyak tokoh sukses kontemporer pada jamannya dan sesudah membaca
ribuan biografi dan otobiografi orang-orang sukses dari segala macam
lapangan kehidupan.

Tujuh Macam Kecerdasan
Kedua, kecerdasan umumnya yang kita mengerti sangat sempit, yaitu
hanya berkaitan dengan daya ingat, logika, atau penalaran. Dr. John
Elliot, seorang profesor pendidikan pada jurusan pengembangan
(kecerdasan) manusia dari Maryland University, dalam seminar pada
bulan April 1993 di Jakarta, membahas adanya tujuh macam kecerdasan
yaitu:

Kecerdasan Fisikal: Kecerdasan ini tampil dalam bentuk kinerja
(performance) fisik manusia, seperti pada diri atlet umpamanya.
Mereka yang unggul dalam kecerdasan fisikal ini mampu mendayagunakan
fisik mereka pada taraf yang mengherankan pada orang-orang biasa.
Olahragawan, pelukis, pengukir, penulis indah, pemain sirkus, dan
penari adalah kelompok-kelompok manusia yang cerdas fisiknya.

Kecerdasan Ruang-Waktu: Kecerdasan ini membuat seseorang selalu sadar
akan posisi relatifnya dalam koordinat ruang-waktu. Orang yang tidak
cerdas ruang, tetap bingung akan jalan-jalan di Jakarta, walaupun
sudah puluhan tahun tinggal di Jakarta. Orang yang tersesat, yakni
orang yang mengalami disorientasi ruang, termasuk pula pada golongan
tak cerdas ruang. Sebaliknya pilot, nakhoda, penyelam, penjelajah
alam, pemain bulu tangkis, adalah orang-orang yang memiliki
kecerdasan ruang yang tinggi. Demikian juga arsitek, insinyur, ahli
geometri, fisikawan dan sejarawan.

Kecerdasan Penalaran: Inilah kecerdasan yang secara umum dikenal luas
sebagai kecerdasan. Orang ini mampu memahami relasi antarbagian dalam
realitas yang disadarinya dan karena itu ia produktif membuat
kesimpulan-kesimpulan. Kecerdasan macam ini juga termasuk kemampuan
berpikir logis dan matematis.

Kecerdasan Verbal: Anak kecil yang sudah pandai berceloteh dan
memiliki vocabulary yang mengherankan pastilah cerdas secara verbal.
Orang-orang yang cari makan dengan
mengandalkan kepiawaian mulutnya, seperti guru, pengacara,
instruktur, orator, master of ceremony, penyiar radio, komentator
olahraga, termasuk penulis, reporter, dan penyiar adalah golongan
orang-orang cerdas verbal. Orang-orang ini mampu mengekspresikan
diri, pikiran, dan perasaannya lewat rangkaian kata-kata.

Kecerdasan Sosial: Orang yang cerdas secara sosial seolah-olah mampu
membaca orang dengan akurat. Dan bisa mengetahui persis apa isi hati,
suasana hati, dan keinginan orang lain. Karena itu, ia dapat dengan
mudah menyesuaikan diri, mengambil hati, mempengaruhi, dan termasuk
memimpin orang lain. Konflik antarpribadi, pertengkaran,
ketakharmonisan hubungan, dan semacamnya, banyak berpangkal pada
ketakcerdasan sosial yang bersangkutan.

Kecerdasan Musikal: Kecerdasan ini membuat seseorang mampu memahami,
menghayati, dan mengekspresikan nada, irama, dan suara dalam bentuk
musikal yang estetik. Musikus dalam segala bentuknya, termasuk
seniman pada umumnya, tentulah termasuk kaum cerdas musikal.

Kecerdasan Etis-Spiritual: Orang cerdas di bidang ini mampu mengerti
hal ikhwal spiritual. Tidak saja dalam pengertian bahwa ia memahami
dunia spiritual, tapi lebih pada kemampuannya menampilkan sikap dan
praktik hidup yang harmonis dengan nilai-nilai fundamental yang
secara tajam diketahuinya. Hati nuraninya bening, suara batinnya
tajam, dan mata hatinya awas dalam membedakan apa yang baik dari yang
tidak baik, dan membedakan apa yang baik, yang terbaik, dan yang
sempurna. Orang yang unggul di bidang ini pada akhirnya menampilkan
diri sebagai pribadi yang bijak bestari, penuh hikmat, agung, dan
berwibawa.

Menurut Prof. Elliot, semua manusia memiliki ketujuh macam kecerdasan
ini dengan kombinasi kualitas yang berbeda dari orang ke orang.
Dengan demikian mudah dipahami adanya kenyataan yang kita lihat
seperti orang yang goblok ruang tapi cerdas musikal, dosen jenius
matematika tapi sontoloyo dalam mengajar.

Di lain pihak kita juga dapat menjumpai orang multi cerdas: pintar
bergaul, jenius fisika, piawai main biola, luhur budi pekerti, serta
canggih dalam mengajar. Einstein konon
termasuk dalam kategori ini.

Jika kita bandingkan tujuh macam kecerdasan di atas dengan sepuluh
kunci sukses menurut Wareham dan Carnegie, tampaklah bahwa banyak di
antaranya merupakan fungsi dari salah satu kecerdasan tersebut.
Karena itu dapatlah disimpulkan bahwa kecerdasan merupakan suatu
elemen kunci untuk berhasil, karena dengannya kita dimampukan untuk
mengenal teritori permainan, diri kita sendiri, mitra tanding kita,
aturan permainan, serta jebakan-jebakan pertandingan yang lazim.
Olehnya kita juga mampu menyusun strategi permainan yang membawa kita
kepada kemenangan akhir.

Namun tetap perlu kita catat, kecerdasan bukanlah segalanya. Masih ada hal-
hal lain yang bukan termasuk kategori kecerdasan pada daftar Wareham
dan Carnegie.

Petunjuk Meningkatkan Kecerdasan
Sebelum kita lihat beberapa cara untuk meningkatkan kecerdasan yang
tujuh macam tersebut, ada baiknya kita lihat dahulu struktur
kecerdasan tersebut yang terdiri dari dua bagian:

Bagian pertama ialah informasi atau pengetahuan itu sendiri. Ini kita
peroleh melalui pengalaman dan pendidikan.

Bagian kedua ialah mengolah informasi, terdiri dari penalaran,
penilaian, dan kreativitas.

Mudah dipahami, memang sebagian kecerdasan, kita warisi secara
genetis. Warisan semacam ini umumnya kita sebut sebagai bakat. Tetapi
bagian terbesar dari kecerdasan adalah hasil usaha. John Dewey
mengatakan bahwa kecerdasan bukanlah sesuatu yang kita miliki dan tak
berubah selamanya, melainkan kecerdasan adalah suatu proses
pembentukan yang berkesinambungan, dan untuk mempertahankannya
diperlukan semacam kewaspadaan untuk mengamati kejadian-kejadian,
keterbukaan untuk belajar, dan keberanian untuk menyesuaikan diri.

Jadi untuk meningkatkan kecerdasan, kita perlu menambah pengetahuan
dan berlatih memproses pengetahuan itu lewat kegiatan kreatif,
kegiatan menalar, dan kegiatan mengevaluasi atau menilai. Dari
penjelasan yang sederhana ini maka beberapa hal di
bawah ini akan menolong kita untuk meningkatkan kecerdasan kita:

1. Mengadakan evaluasi diri.
Meneliti kekuatan dan kelemahan diri sendiri, tepatnya menyusun
peringkat kecerdasan kita, yang mana dari yang tujuh tersebut paling
kuat, kedua paling kuat, dan seterusnya.

2. Menetapkan cita-cita atau sasaran hidup.
Cita-cita yang jelas akan membangkitkan semangat dan antusiasme. Cita-
cita yang memikat bagi diri sendiri mampu melahirkan daya juang.
Semangat, antusiasme, dan daya juang adalah tiga serangkai yang
membuat kita produktif belajar dengan demikian kecerdasan kita
diasah. Dari sekian banyak cita-cita, maka salah satunya ialah kita
harus mencita-citakan menjadi orang cerdas dan ingin dikenal orang
sebagi orang cerdas.

3. Membangun suatu kebiasaaan hidup cerdas, umpamanya membaca,
berdiskusi, olah pikir, olah rasa, dan olah raga.

4. Membangun sikap keterbukaan-kritis.
Sikap terbuka membuat kita mampu menerima ide-ide baru, ilmu-ilmu
baru, dan pengertian-pengertian baru. Tapi jangan terlalu terbuka
supaya kita masih mungkin membuat sintesa dari pertemuan sejumlah ide-
ide yang berlainan. Jadi kita juga harus kritis, artinya mampu
mempertanyakan apa saja yang memasuki alam pikiran kita. Tapi jangan
terlalu kritis yang membuat kita jadi tertutup, kaku, dan merasa
benar sendiri. Yang pas adalah terbuka dan kritis.

5. Membangun suatu sikap belajar positif terhadap apapun yang kita
alami.
Pengalaman, kata Aldous Huxley, bukanlah peristiwa-peristiwa yang
menimpa kita, melainkan apa yang kita lakukan terhadap peristiwa-
peristiwa itu. Hanya dengan sikap belajar positif inilah kita dapat
bertambah cerdas sesudah mengalami suatu peristiwa, yaitu pengalaman
kita jadikan sebagai guru. Pengalaman, katanya, adalah guru terbaik.

6. Membangun sikap yang rendah hati.
Air selalu mengalir ke tempat yang rendah, demikian pula hikmat dan
pengetahuan mengalir menuju hati yang rendah.

Penutup
Saya harap, sesudah membaca artikel ini, Anda sekalian akan bertambah
cerdas. Bila Anda berhasil melihat ketaklengkapandan kekurangan
artikel ini dan sekalian melengkapinya, berarti Anda adalah orang
yang sangat cerdas. Tapi bila Anda tidak merasa dicerdaskan
sedikitpun, itu berarti sayalah yang kurang cerdas, sedikitnya kurang
cerdas dalam hal penalaran dan verbal. Doakanlah supaya saya tambah
cerdas. Dengan berbuat demikian, kecerdasan etis-spiritual Anda akan
ditingkatkan. Artinya upaya membaca artikel ini sama sekali tak sia-
sia.

Sumber: Sukses dan Kecerdasan oleh Jansen H Sinamo - Jansen Sinamo WorkEthos Training Center

Tidak ada komentar: